Kamis, 14 Juli 2011

PENELITIAN MAGNETIK PANAS BUMI BORA

PENELITIAN GEOMAGNETIK DI DAERAH PANAS BUMI BORA KECAMATAN BIROMARU KABUPATEN SIGI  BIROMARU PROVINSI SULAWESI TENGAH

OLEH : NURMAYANI G 101 06 011 


A.        LATAR BELAKANG

Panas bumi merupakan salah satu sumber daya alternatif dan sangat berpotensi untuk diproduksi di Indonesia karena potensi panas bumi di Indonesia mencapai 40% cadangan panas bumi dunia. Hal ini disebabkan Indonesia memiliki 129 gunung api yang berpotensi sebagai daerah pengembangan panas bumi (Kurniawan, 2009). Kecamatan Biromaru Kabupaten Sigi Biromaru Provinsi Sulawesi Tengah memiliki manivestasi panas bumi, ditandai dengan adanya mata air panas yang muncul di Desa Bora. Desa Bora terletak kurang lebih 20 km arah Selatan Kota Palu. Adanya sumber air panas tersebut mendorong untuk dilakukan penelitian guna  mengetahui potensi panas bumi.
Salah satu metode geofisika untuk melihat potensi tersebut adalah metode geomagnet. Metode tersebut diterapkan untuk mengetahui sifat-sifat fisik batuan yang ada di bawah permukaan. Dalam eksplorasi panas bumi, metode magnetik digunakan untuk mengetahui variasi medan magnet di daerah penelitian. Variasi magnet disebabkan oleh sifat kemagnetan yang tidak homogen dari kerak bumi. Dimana batuan di dalam sistem panas bumi pada umumnya memiliki magnetisasi rendah dibanding batuan sekitarnya. Hal ini disebabkan adanya proses demagnetisasi oleh proses alterasi hidrotermal, dimana proses tersebut mengubah mineral yang ada menjadi mineral-mineral paramagnetik atau bahkan diamagnetik. Nilai magnet yang rendah tersebut dapat menginterpretasikan zona-zona potensial sebagai reservoar dan sumber panas (Sumintadirejo, 2005).
Sasaran utama dari penelitian magnetik adalah untuk mendapatkan data bawah permukaan yang berkaitan dengan manifestasi panas bumi di daerah penelitian dan sekaligus untuk melokalisir daerah anomali magnetik rendah (low magnetic anomaly) yang diperkirakan berkaitan erat dengan manifestasi panas bumi di daerah tersebut. Pengambilan data lapangan magnet di lakukan dengan menggunakan  1 set alat magnetometer tipe  Gauss Fluxgate Magnetometer µMAG dengan ketelitian 0.1 nT, yang digunakan sebagai pengukuran variasi harian dan pengambilan data di lapangan. Data intensitas magnet total diperoleh dari pencatatan langsung secara numeric dari Internasional Geomagnetics Reference Field (IGRF) merupakan medan acuan internasional, yang digunakan sebagai dasar perhitungan data anomali magnet di daerah penelitian. Sebelumnya di daerah tersebut  pernah dilakukan penelitian dengan menggunakan metode geolistrik oleh Karmilah (2008) dan Fatira (2010).

B.       RUMUSAN MASALAH

Dari latar belakang di atas dapat dirumuskan permasalahan adalah bagaimana data bawah permukaan yang berkaitan dengan manifestasi panas bumi di daerah penelitian dan sekaligus untuk melokalisir daerah anomali magnetik rendah (low magnetic anomaly) yang diperkirakan berkaitan erat dengan manifestasi panas bumi di daerah tersebut.

C.       TUJUAN PENELITIAN

1.      Untuk mengetahui variasi suseptibilitas magnetik batuan bawah permukaan.
2.      Untuk mendeteksi adanya zona-zona demagnetisasi.

D.       MANFAAT PENELITIAN

Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran bawah permukaan daerah manifestasi panas bumi Bora, kemudian hasil yang diperoleh dapat digunakan sebagai acuan untuk eksplorasi selanjutnya. Selain itu untuk menambah data  kebumian dibidang panas bumi.

E.       RUANG LINGKUP PENELITIAN

Lokasi pengambilan data lapangan dilakukan disekitar kawasan wisata Desa Bora, khususnya di sekitar titik-titik air panas. Mendeteksi batuan akibat alterasi hidrothermal,  seperti intrusi dan sesar, yang mempunyai kaitan dengan manifestasi panas bumi ( mata air panas) di daerah Bora. Pengolahan data awal dilakukan dengan koreksi data medan magnetik utama bumi IGRF  dimana dilakukan pengukuran, dengan mengakses situs http ://www.ngdc.noaa.gov /seg/ geomag/ magfield.shtml, dan  pemodelan dilakukan dengan menggunakan bantuan Sofwer Mag2DC dan Sofwer RockWork.
F.     TINJAUAN PUSTAKA
1.      Teori dan Manifestasi Panas Bumi
Geothermal berasal dari dua kata geo artinya bumi dan thermal artinya panas. Jadi istilah geothermal berarti panas bumi. Panas bumi dapat dimaknai sebagai energi panas yang terbentuk secarah alami di bawah permukaan bumi. Air atau uap panas fluida yang berada di perut bumi ternyata tidak diam ditempatnya justru karena menerima panas dari magma, terjadilah fenomena arus konveksi. Secara umum, tekanan di sekitar permukaan bumi lebih rendah dari pada tekanan di bawah permukaan bumi. Berdasarkan hal ini, air panas maupun uap panas yang terperangkap di bawah permukaan bumi akan berupaya mencari jalan terobosan supaya bisa keluar ke permukaan bumi. Ketika mereka menemukan jalan untuk sampai ke permukaan, kita biasa melihatnya sebagai asap putih yang sesunggguhnya adalah uap panas, atau biasa juga mereka keluar dalam wujud cairan membentuk telaga air panas (Citrosiswoyo, 2000).



Gambar 1 Skema penampang sistem panas bumi
Gradien geothermal adalah tingkat kenaikan temperature  (0C) apabila turun/masuk ke dalam bumi setiap 100 meter. Di bawah lapisan zona yang bersuhu konstan terdapat zona geothermal, yaitu daerah yang suhunya tinggi yang panasnya berasal dari perut bumi itu sendiri. Dengan patokan derajat geotermik 33 meter untuk lapisan-lapisan lithosphere, maka pada kedalaman 33 km suhunya 1.0000C dan pada kedalaman 66 meter berarti akan mencapai 2.0000C. Pada suhu tertinggi ini maka batuan-batuan di bawah litosfera akan mencair, tetapi pada kedalaman tersebut tekanannya tinggi (11.000 – 14.000 atmosfer), menyebabkan batuan-batuan atau zat-zat berada dalam keadaan padat yang plastis (Mulyo, 2004).
2.      Medan Magnet Bumi
Bumi merupakan sebuah benda magnet raksasa, letak kutub utara dan selatan magnet bumi tidak berimpit dengan kutub geografis. Pengaruh kutub utara dan selatan magnet bumi dipisahkan oleh khatulistiwa magnet. Intensitas magnet akan bernilai maksimum di kutub dan minimum di khatulistiwa. Karena letaknya yang berbeda terdapat perbedaan antara arah utara magnet dan geografi yang disebut dengan deklinasi (Santoso, 2002).
Menurut Telford (1976), Medan magnet bumi terkarakterisasi oleh parameter fisis atau disebut juga elemen medan magnet bumi (Gambar I), yang dapat diukur yaitu meliputi arah dan intensitas kemagnetannya. Parameter fisis tersebut meliputi :
a.       Deklinasi (D), yaitu sudut antara utara magnetik dengan komponen horizontal yang dihitung dari utara menuju timur
b.      Inklinasi(I), yaitu sudut antara medan magnetik total dengan bidang horizontal yang dihitung dari bidang horizontal menuju bidang vertikal ke bawah.
c.       Intensitas Horizontal (H), yaitu besar dari medan magnetik total pada bidang horizontal.
d.      Medan magnetik total (F), yaitu besar dari vektor medan magnetik total.
Gambar 2 Tiga elemen medan magnet bumi
Medan magnet utama bumi berubah terhadap waktu. Untuk menyeragamkan nilai-nilai medan utama magnet bumi, dibuat standar nilai yang disebut IGRF yang diperbaharui setiap 5 tahun sekali. Nilai-nilai IGRF tersebut diperoleh dari hasil pengukuran rata-rata pada daerah luasan sekitar 1 juta km2 yang dilakukan dalam waktu satu tahun.
Medan magnet bumi terdiri dari 3 bagian :
a.       Medan magnet utama (main field)
Medan magnet utama dapat didefinisikan sebagai medan rata-rata hasil pengukuran dalam jangka waktu yang cukup lama mencakup daerah dengan luas lebih dari 106 km2.
b.      Medan magnet luar (external field)
Pengaruh medan magnet luar berasal dari pengaruh luar bumi yang merupakan hasil ionisasi di atmosfer yang ditimbulkan oleh sinar ultraviolet dari matahari. Karena sumber medan luar ini berhubungan dengan arus listrik yang mengalir dalam lapisan terionisasi di atmosfer, maka perubahan medan ini terhadap waktu jauh lebih cepat.
  1. Medan magnet anomali
Medan magnet anomali sering juga disebut medan magnet lokal (crustal field). Medan magnet ini dihasilkan oleh  batuan yang mengandung mineral bermagnet seperti magnetite (Fe3O4), titanomagnetite (Fe2TiO4) dan lain-lain yang berada di  kerak bumi. Dalam survei dengan metode magnetik yang menjadi target dari pengukuran adalah variasi medan magnetik yang terukur di permukaan (anomali magnetik). Secara garis besar anomali medan magnetik disebabkan oleh medan magnetik remanen dan medan magnetik induksi. Medan magnet remanen mempunyai peranan yang besar terhadap magnetisasi batuan yaitu pada besar dan arah medan magnetiknya serta berkaitan dengan peristiwa kemagnetan sebelumnya sehingga sangat rumit untuk diamati. Anomali yang diperoleh dari survei merupakan hasil gabungan medan magnetik remanen dan induksi, bila arah medan magnet remanen sama dengan arah medan magnet induksi maka anomalinya bertambah besar. Demikian pula sebaliknya. Dalam survei magnetik, efek medan remanen akan diabaikan apabila anomali medan magnetik kurang dari 25% medan magnet utama bumi, sehingga dalam pengukuran medan magnet berlaku :
                                                                                 (1)
dengan : : medan magnet total bumi
               : medan magnet utama bumi
                : medan magnet luar
                : medan magnet anomali
Anomali magnetik telah dibuktikan disebabkan adanya batuan atau massa besar yang mengandung magnet, seperti bijih besi dan mineral-mineral logam lainnya yang terletak dekat permukaan bumi. Juga hal itu dapat disebabkan adanya struktur patahan yang dapat memindahkan batuan-batuan dengan sifat-sifat magnetis berbeda menjadi saling bersentuhan. Intensitas dan sifat magnetis bumi berbeda untuk setiap tempat dan berubah-ubah sesuai posisi bumi terhadap matahari. Apabila jarum magnetik secara tiba-tiba bergerak di luar batas variasi yang normal, hal ini menandakan adanya magnetic strom (badai magnetik). Gejala ini berlangsung dalam waktu yang singkat, tetapi kadang-kadang sampai beberapa hari, biasanya akibat terjadinya petir, gempabumi, atau letusan gunungapi (Mulyo, Agung, 2004)
3.      Metoda Geomagnetik
a.       Suseptibilitas/Kerentanan Magnetik ( k )
Seseptibilitas magnetik biasa diartikan sebagai derajat kemagnetan suatu benda . Nilai k pada batuan semakin besar apabila dalam batuan tersebut banyak dijumpai mineral-mineral yang bersifat magnetik (Hunt, Moskowitz dan Banerjee, 1995).

b.      Pengukuran Magetik
      Pengukuran magnetik dilakukan pada lintasan ukur yang tersedia dengan interval antar titik ukur 10 m dan jarak lintasan 40 m. Batuan dengan kandungan mineral-mineral tertentu dapat dikenali dengan baik dalam eksplorasi geomagnet yang dimunculkan sebagai anomali yang diperoleh merupakan hasil distorsi pada medan magnetik yang diakibatkan oleh material magnetik kerak bumi atau mungkin juga bagian atas mantel (Ismail, 2010).

G.       METODE PENELITIAN

1.         Peralatan

a.         Satu set Magnetometer tipe Gauss Fluxgate Magnetometer µMAG dengan ketelitian 0.1 nT
b.         Kompas Geologi
c.         GPS (Global Position System)
d.        Roll meter
e.         Alat Tulis
2.      Teknik Pengukuran
a.  Survei Pendahuluan
Survei pendahuluan perlu dilakukan untuk memperoleh gambaran kondisi geologi dan topografi lokasi penelitian dan menentukan titik lokasi pengukuran anomali magnetik, serta menetukan bagaimana metode pengukuran yang tepat berdasarkan kondisi lokasi pengukuran.

b. Pengukuran dengan Metode Geomagnet
Survei metode geomagnet digunakan untuk mengukur variasi harian yaitu efek medan magnetik dari luar bumi pada lintasan/stasiun yang digunakan. Sedangkan medan magnet utama bumi diperoleh melalui IGRF. Adapun pengukurannya dilakukan dengan menentukan posisi-posisi pengukuran, selanjutnya diperoleh posisi lintang, bujur dan ketinggian menggunakan GPS, dan kemudian melakukan pengukuran menggunakan magnetometer dan membaca serta mencatat hasil yang ditunjukan alat tersebut. Metode pangambilan data ini adalah looping, yang berarti titik awal pengukuran digunakan juga sebagai titik akhir. Berikut ini merupakan Gambar metode pengambillan data yang akan dilakukan.
Gamba 3 Metode pengambilan data

Data yang diperoleh dari pengukuran di lapangan selanjutnya dilakukan pengolahan dengan langkah-langkah sebagai berikut :
a.       Hasil pengukuran lapangan dikoreksi dengan data medan magnetik utama bumi IGRF dimana dilakukan pengukuran, dengan mengakses situs http ://www.ngdc.noaa.gov /seg/ geomag/ magfield.shtml.
b.        Setelah data lapangan dikoreksikan dengan data medan magnetik utama bumi, selanjutnya dikoreksikan dengan data variasi magnetik harian.  Untuk mendapatkan nilai koreksi variasi harian ( TVH ) ini, dibuat grafik koreksi harian terhadap waktu. Pada grafik tersebut tentukan suatu garis base level yang ditentukan dari harga rata-rata nilai tertinggi dan terendah koreksi harian, dengan rumusan :
1)      TVH = hasil  pengukuran koreksi harian  +  base level  (jika hasil pengukuran terletak di bawah base level).
2)      TVH = hasil  pengukuran koreksi harian  -  base level  (jika hasil pengukuran   terletak di atas base level).
3)      Perhitungan data anomali magnetik dengan rumus :
                                                                            (2)                                                                             
          dimana :                                               
         =  nilai magnetik stasiun yang ingin dicapai
     =  nilai hasil pengukuran
    TIGRF  =  medan magnetik utama bumi di suatu tempat
                                =  nilai koreksi harian
4)      Langkah selanjutnya adalah membuat kontur peta anomali  magnetik dengan menggunakan surfer 9. Namun sebelumnya kita harus mengeplot posisi (koordinat) stasiun pengambilan data, untuk melihat pola sebaran stasiun dan juga outlier posisi. Apabila ada outlier posisi, maka kita akan membuangnya karena akan mempengaruhi penggambaran kontur.
5)      Dari peta kontur anomali magnetik yang kita buat, selanjutnya kita dapat menentukan/menarik penampang kontur untuk melakukan pemodelan struktur bawah permukaan.  Penarikan penampang harus memperhatikan sebaran data yang reliable dan sebaiknya tegak lurus struktur yang ada, sehingga akan memudahkan dalam interpretasi model.
6)      Data Penampang yang kita buat (anomali vs jarak) kemudian digunakan sebagai input software pemodelan magnetik.
3.      Pemodelan
Pemodelan magnetik  yang dilakukan menggunakan bantuan software Mag2DC. Pemodelan dilakukan dengan pemodelan forward dengan langkah-langkah sebagai berikut :
a.    Data dari DT Residual di plot dengan bantuan software surfer untuk menampilkan kontur
b.    Dari kontur yang ada dibuat penampang yang kira-kira dapt mewakili anomali  keseluruhan
c.    Data penampang dipilih di sepanjang penampang yang telah dibuat lalu dimasukkan kedalam notepad dengan extension *DTA
d.   Lalu data ditampilkan anomalinya dengan software Mag2DC lalu dimodelkan bentuk bodi, susepbilitas dan kedalaman dari bodi tersebut.
e.     Pemodelan dengan menggunakan program RockWork untuk melihat penampang bawah permukaan tanah secara 3 dimensi.

















BAGAN ALIR PENELITIAN


















Gambar 4 Diagram pelaksanaan penelitian






DAFTAR PUSTAKA

Citrosiswoyo, Wahyudi, 2000. Gheotermal  dapat mengurangi ketergantungan
bahan bakar fosil dalam menyediakan listrik Negara, Teknik Kelautan ITS, Surabaya.

Hunt, C. P., Moskowitz, B. M., Benerjee, 1995, Magnetik properties of rock and
minerals. In: Ahrens, Rock Physics and Phase Relations, A Handbook of physical Contans, American Geophysical Union.

Ismail, 2010. Metode Geomagnet. Penerbit UNM. Surakarta
Kurniawan, Arrie., 2009, Eksplorasi Energi Panas Bumi Dengan Metode eofisika
Dan Geokimia Pada Daerag Ria-Ria Sipoholon Kabupaten Tapanuli Utara  Sumatra Utara, Skripsi S1 Teknik Geologi ITB. Bandung

Mulyo, Agung, 2004. Pengantar Ilmu Kebumian (Pengetahuan geologi Untuk
Pemula). Penerbit CV Pustaka Setia. Bandung.

Santoso, Djoko, 2002. Pengantar Teknik Geofisika. Penerbit ITB. Bandung

Sumintadirejo, P., 2005, Vulkanologi dan geothermal. Diktat kuliah vulkanologi
dan geothermal, Penerbit ITB. Bandung.

Telford, M.W., Geldart L.P., Sheriff R.E., Keys D.A., 1990, Applied Geophysics,
USA, Cambridge University Press.